Kurban Kontemporer: Menerjemahkan semangat Ibrahim AS dalam konteks kekinian


Kurban Kontemporer

Oleh Iman Supriyono, penulis buku2 manajemen keuangan dan entrepreneurship. Tulisan ini adalah materi Khutbah Iedul Adha di Halaman Parkir Plasa Marina Surabaya. bagian bertulisan Arab dari teks ini tidak ditampilkan di blog ini.

Jamaah sholad Ied rohimakumullah, hari ini kita berhari raya kurban. Pengorbanan Nabi Ibrohim AS adalah teladan yang agung bagi kita semua. Ketika itu beliau mengurbankan putra tercintanya Ismail dengan menyembelihnya. Tentu saja hari ini kita tidak lagi perlu menyembelih anak anak kita. Maka…mari kita terjemahkan semangat berkurban Nabiullah Ibrahim As dalam kehidupan kontemporer kekinian. Kehidupan kita hari ini. Untuk itu mari kita merenung dengan beberapa situasi berikut ini

• Sosok I adalah seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi yang sedang berhalangan untuk menghadiri kuliah. Kali ini adalah kuliah terkahir. Sebelumnya untuk mata kuliah hari ini ia sudah tidak hadir beberapa kali. Kalau hari ini ia tidak masuk maka kehadiranya kurang dan akibatnya tidak boleh mengikuti ujian. Maka si mahasiswa menghadapi suasana dilematis. Ia bisa titip absen kepada kawan kawanya dan berarti bisa ikut ujian. Atau ia bertahan tidak titip absen dan akibatnya ia tidak bisa ikut ujian.
Dilema pengorbanan terjadi. Memilih titip absen dan akhirnya bisa ikut ujian dan berpeluang lulus adalah mengurbankan keimanan ketaqwaan mereka. Mengurbankan kejujuran. Mengurbankan Allah SWT.
Tidak titip absen adalah mengurbankan keikutsertaan ujian. Mengorbankan peluang lulus. Pilih mana….mempertahankan keimanan ketaqwaan dengan mengurbankan peluang lulus atau mempertahankan peluang lulus dengan mengurbankan keimanan

• Sosok 2 adalah seorang kepala sekolah yang sekolahnya mendapatkan dana bantuan dari pemerintah untuk pengadaan laboratorium bahasa. Tertulis bahwa lab tersebut bernilai Rp 100 juta. Karena kondisi tertentu, ternyata ia tahu bahwa uang yang benar benar menjadi lab bahasa hanya sekitar Rp 50 juta. Sosok 2 menghadapi sebuah dilema. Pilihannya, Ia tetap menandatangani laporan proyek ini dengan mengorbankan kejujuran dan Tuhannya, atau, ia tidak menandatanganinya dan bersiap untuk mengadapi risiko dipecat dari jabatanya

• Sosok 3 adalah seorang polisi lalu lintas yang berangkat ke bekerja dengan tangisan anaknya yang belum membayar uang sekolah. Tiba di tempat tugas, seorang pengendara melanggar peraturan lalu lintas. Si pelanggar menawarkan uang damai agar tidak jadi di tilang. Saat itu Sosok 3 menghadapi dilema pengorbanan. Mengorbankan kejujuran dan Tuhannya untuk menerima uang damai dan memenuhi tangisan anaknya. Atau, mengorbankan rasa iba akan tangisan anaknya untuk tetap menilang si pelanggar agar uang denda nanti masuk kas negara untuk membangun jalan, jembatan, dan fasilitas publik lainnya.

• Sosok 4 adalah seorang pimpinan proyek di sebuah instansi. Sebuah proyek yang bernilai milyaran rupiah baru saja selesai. Suatu sore kontraktor yang mengerjakan proyek mendatanginya dan memberikan sebuah amplop berisi uang tunai puluhan juta rupiah. Si kontraktor datang pada saat yang tepat karena saat itu Sosok 4 sedang kehabisan dana untuk renovasi rumah pribadinya. Maka sebuah dilema pengorbanan sedang diujikan. Menolak uang hadiah karena ia tahu bahwa Nabi SAW melarang hadiah yang seperti ini dan mengorbankan penyelesaian renovasi rumah pribadinya. Atau alternatifnya, ia mengorbankan ajaran Nabi SAW untuk menerima uang hadiah dan menyelesaikan biaya renovasi rumah pribadinya.

Allahuakbar walillaahilhamd! Ma’asyiral muslimin rahimakumullah, 4 suasana diatas adalah sebuah gambaran kekinian tentang pengorbanan. Gambaran tentang pengorbanan kontemporer. Tentang dilema dan pengorbanan yang dahulu juga dihadapi oleh Nabi Ibrahim AS. Ia harus memilih mengorbsankan putra tersayangnya Ismail untuk menggapai ridlo Allah SWT. Atau alternatifnya, ia mempertahankan putra tersayangnya Ismail dan mengorbankan ketakwaanya kepada Allah SWT. Dalam suasana seperti itu, Ibrohim AS mengambil keputusan benar. Keputusan tepat. Keputusan pengorbanan teladan. Mengorbankan putra tersayangnya dan meraih Ridlo Allah SWT. Mari kita meneladaninya dalam bentuk pengorbanan kontemporer. Allahu Akbar!

Dalam kehidupan, umat manusia selalu akan selalu dihadapkan pada pilihan pilihan. Kondisi yang dilematis. Kondisi yang menuntut pilihan tentang apa yang harus dibela dan apa yang harus dikorbankan. Dalam kondisi seperti ini, seseorang akan diketahui keimanan yang sesungguhnya.

Rasulullah SAW dalam shohih Bukhori 2475, dan muslim 57 bersabda, “laa yasriku saariku hina yasriku wa huwa mu’min”. Seorang pencuri tidak akan mencuri pada saat dia masih beriman. Seorang tidak bisa dalam waktu yang sama mencuri sekaligus beriman. Kalau sedang beriman tentu dia tidak mencuri. Kalau mencuri tentu dia tidak beriman.

Hadits nabi ini bisa kita renungkan dalam suasana yang tergambar di atas. Sosok 1 yang seorang mahasiswa tidak mungkin titip absen padahal dia sedang beriman. Ia juga tidak mungkin beriman padahal ia sedang titip absen. Sosok 2 yang seorang kepala sekolah tidak mungkin beriman pada saat ia menandatangani laporan palsu. Sebaliknya ia juga tidak mungkin menandatangani laporan palsu pada saat ia beriman. Sosok 3 yang polisi tidak mungkin beriman saat ia menerima uang damai dari pelanggar lalu lintas. Sebaliknya, pelanggar lalu lintas juga tidak mungkin beriman pada saat ia membayar uang damai kepada polisi. Sosok 4 yang pimpinan proyek sebuah instansi tidak mungkin beriman pada saat ia menerima uang hadiah dari kontraktor, sesuatu yang dilarang tegas oleh Nabi SAW. Ia juga tidak mungkin menerima hadiah yang dilarang oleh Nabi padahal ia sedang beriman.

Saudaraku muslim yang dimuliakan Allah SWT, mari kita berhati hati dalam kehidupan. Berhati hati dalam menghadapi pilihan pilihan dilematis. Jangan sampai keimanan kita terputus putus gara gara kita salah menentukan pilihan dalam suasana dilematis yang membutuhkan pengorbanan. Jangan sampai keimanan kita putus nyambung putus nyambung putus nyambung. Na’udzu billah!

Ma’asyirol Muslimin arek-arek Surabaya rahimakumullah. Pada bulan ini Nopember tahun 1945, Bung Tomo dan arek arek Suroboyo telah meneladani Ibrahim AS. Bung Tomo dan kawan kawan menghadapi dilema. Memilih membela kebenaran kemerdekaan dengan risiko mengorbankan nyawa sendiri. Atau memilih menuruti kemauan musuh dengan mengorbankan kebenaran dan Tuhannya. Maka dengarkan kembali kata-kata Bung Tomo berikut ini, “Selama banteng banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih, merah dan putih maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga…. Allahu akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!”

Bung Tomo dengan gagah berani memilih kebenaran. Memilih kemerdekaan. Siap berkurban. Bahkan siap berkurban nyawa sendiri. Tetapi ketahuliah saudaraku mu’min. Ternyata orang yang berani mati justru tidak mati mati. Bung Tomo tidak mati di medan tempur Nopember 45. Yang mati ternyata adalah Jendral Mallaby. Musuh Bung Tomo dan arek arek Suroboyo. Dan ternyata Bung Tomo yang berani mati justru matinya di tanah suci. Bukan di medan perang. Ini tentu saja pertolongan Allah SWT. Tidak berbeda dengan pertolongan Allah SWT kepada Nabi Ibrahim yang siap mengorbankan putra tercintanya Ismail. Pertolongan dengan domba.

Ma’asyirol muslimin rohimakumullah. Di hari kurban ini marilah kita merenung tentang nasib saudara saudara kita di Palestina. Beberapa hari lalu ada 1000 warga Palsetina tahanan israel yang dibebaskan oleh pemerinah zionis Israel. Ini mungkin menggembirakan. Tetapi ketahuilah bahwa 1000 orang itu dibebaskan dengan imbalan dibebaskannya 1 orang tentara israel yang ditahan di Palestina. Satu orang yahudi setara dengan 1000 orang muslim. Itulah kondisi kita hari hari ini. Kondisi kontemporer.

Secara pertempuran, kualtias kita 1/1000 orang israel. Bagaimana secara ekonomi? Pendaptan rata rata masyrakat kita saat ini kurang lebih nilainya sama dengan 1/26 pendapatan rata rata orang Amerika, 1/13 pendapatan orang Israel, 1/20 orang Singapura. Ternyatalah bahwa secara ekonomi kualitas kita juga jauh dibawah kualitas orang orang non muslim. Mengapa? Ada banyak jawaban. Yang saya sampaikan hari ini adalah permasalahan pengurbanan. Kita kurang melakukan pengurbanan sedemikian hingga kualitas kita juga jauh dari standard. Pengurbanan adalah ciri orang besar. Tidak ada tokoh besar yang hidupnya tidak dilalalui dengan pengorbanan.

Negeri ini membutuhkan pengorbaanan. Masyarakat membutuhkan pengorbanan. Ummat membutuhkan pengorbanan. Bukan untuk melawan Inggris seperti pada jaman Bung Tomo. Bukan untuk melawan Belanda. Juga bukan untuk menyembelih anak anak kita seperti pada Nabi Ibrohim. Hari ini kita berkurban untuk menyelamatkan masyarakat. Menyelamatkan ummat. Itulah pengorbanan kontemporer. Menyelamatkan negeri yang dulu diperjuangkan dengan pengurbanan darah para syuhada.

Allahu akbar. Allahu Akbar. Allahu akbar Walillahilhamd. Kita menangis karena ternyata negeri yang merdeka tahun 45 ini telah jauh kalah dengan “adik adiknya”. Dalam banyak hal kita kalah dengan Malaysia yang merdeka tahun 1957 alias 12 tahun setelah Indonesia. Dalam banyak hal kita juga kalah jauh dengan Singapura yang merdeka tahun 1965 alias 20 tahun setelah Indonesia. Bahkan kita menjadi babu mereka. Untuk mengejar kekalahan ini, kita tidak bisa mencapainya kecuali dengan pengorbanan. Pengorbanan khususnya pada saat kita menghadapi suasana suasana dilematis.

Jamaah rohimakumullah, begitu meninggalkan tempat sholat kita pagi ini, kita semua akan menghadapi ujian ujian pengorbanan kontemporer. Yang langsung kita hadapi adalah antrian meninggalkan tanah lapang ini menuju rumah masing masing. Masihkah kita bisa melakukan pengorbanan kontemporer dengan memberikan kesempatan kepada orang lain yang berhak untuk berjalan terlebih dahulu? Bisakah kita melakukan pengorbanan kontemporer dengan mematuhi rambu lalu lintas dan marka jalan sebagai bentuk kesepakatan bersama? Siapa yang dahulu dahulukanlah. Jangan memotong hak orang lain. Itulah dasar antrian yang tertib. Itulah pengorbanan kontemporer.

Esok kita akan kembali bekerja. Masihkah kita bisa berkurban kontemporer dengan tetap berpegang teguh pada nilai nilai kebenaran? Tidak mengambil hak orang lain? Melindungi hak orang lain? Bekerja profesional?

Plasa Marina Surabaya

Di akhir khutbah ini, mari kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar kita dikaruniai jiwa berkorban seperti yang pernah dikaruniakan kepada nabiullah Ibrohim AS. Mari kita memohon dikaruniai keyakinan tentang adanya domba pengganti atas pengorbanan Nabri Ibrahim AS. Mari memohon kepadanya agar kita selalu yakin akan pengganti yang jauh lebih besar dari-Nya manakala kita rela berkorban untuk tetap memilih Allah SWT sebagai satu satunya sesembahan. Mari memohon keyakinan akan balasan yang lebih besar atas pengorbanan prestasi akademik, gengsi, jabatan, uang atau apapun demi tauhid kita kepada Nya.

12 responses to “Kurban Kontemporer: Menerjemahkan semangat Ibrahim AS dalam konteks kekinian

  1. (^_^)

  2. dilema memang, tapi fakta
    harus ada yg dikorbankan yaitu mindset generasi sebelumnya..

  3. ijin share pak, benar2 dosis yg tepat

  4. Sepakat pak, tapi semua itu susah d lakukan. Krn pengorbanan kita sejatinya bukan kt sj yg merasa, tp org tua,keluarga, saudara, org2 yg kt sayangi,, jd pengorbanan pun jg butuh strategi/proses/rencana,.. Bukan bgitu pak.

  5. Heru Syafruddin Amali

    Tepat sekali. Semoga bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat kedepan menjadi masyarakat marhamah dalam lindungan Allah Yang Maha Pemurah. Amin. Jazakallahu khoirul jaza’

  6. setuju pak tapi harus rutin ngecas iman pak, kalau nggak low batt & pasti g mampu berkurban kalau posisi iman low batt

Tinggalkan Balasan ke Najibnajib Batalkan balasan