Memahami karakteristik dunia bisnis adalah bagian penting dari strategi sebuah perusahaan. Ada dua karakteristik yang sudah saya tulis terlebih dulu di imansu.com. Pertama adalah Fenomena crowding effect. Ini adalah salah satu karakteristik menonjol dunia bisnis saat ini. Konsumen hanya akan mau membeli atau mengkonsumsi produk yang banyak dipakai masyarakat secara luas dimana-mana. Silakan klik link untuk bahasan detail.

K-24 adalah penguasa pasar apotek era monopolistik. Gambar dari apotek-k24.com diedit.
Kedua adalah adalah career choice effect. SDM unggul dari berbagai lembaga pendidikan unggul hanya mau bekerja di perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di mana-mana lintas negara. Perusahaan-perusahaan kecil yang hanya beroperasi secara lokal hanya bisa memperoleh SDM sisa-sisa. Silakan baca link untuk bahasan lebih detail.
Nah, untuk tulisan ini, saya akan membahas karakteristik ketiga dunia bisnis kekinian. Karakteristik itu adalah apa yang disebut sebagai monopolistik dan oligopolistik. Bedakan dengan era monopoli melalui deskripsi-deskripsi berikut ini.

Monopoli itu menguasai seluruh permainan
Dulu, masyarakat minum air PDAM kerena memang hanya PDAM yang diberikan hak oleh pemerintah. Maka, PDAM adalah pemegang pasar monopoli karena regulasi pemerintah. Dalam suasana monopoli itu tahun 80-an akhir Aqua mulai masuk ke pasar dengan cara yang sama sekali berbeda dengan cara PDAM. PDAM menjual air melalui jaringan perpipaan sebagai komoditas, Aqua menjual produk air dalam kemasan bermerek. Apa yang terjadi? Kini Aqua menguasai pasar air minum secara monopolistik. Aqua sukses mengambil pasar industri air minum yang semula monopoli PDAM kini monopolistik oleh Aqua.

Monopolistik: Chevrolet seolah memonopoli pasar mobil di Tashkent, Uzbekistan. Foto koleksi pribadi
Jika membutuhkan bank, tahun 1980-an masyarakat dilayani oleh bank-bank BUMN yaitu BNI, BRI dan BTN. BUMN menjadi pemegang monopoli sektor perbankan oleh regulasi pemerintah. Tetapi monopoli itu kini telah berubah. Masyarakat yang membutuhkan bank sebagai sarana transaksi bisnis secara online terlayani secara monopolistik oleh BCA. BCA merajai pasar.
Untuk berkomunikasi era tahun 1980-an atau sebelumnya masyarakat hanya menggunakan jasa telepon dari Telkom. Pemerintah memberi hak monopoli kepada perusahaan milik negara ini. Bagaimana saat ini? Telkom masih menjadi pemegang pangsa pasar terbesar. Tetapi tidak lagi melalui monopoli. Telkom menguasai pasar secara oligopolistik melalui Telkomsel bersama-sama dengan Indosat Oredoo dan XL Axiata. Industri telekomunikasi telah berubah dari monopoli menjadi oligopolistik.

Akuisisi dan merger adalah strategi anorganik agar perusahaan mampu tampil sebagai pelaku bisnis yang monopolistik
Tahun 1980-an atau sebelumnya masyarakat berbelanja kebutuhan sehari-hari melalui toko kelontong di kampung-kampung. Kini telah berubah. Dimana-mana hadir Indomaret (berdiri 1988) dan kemudian disusul oleh Alfamart (berdiri 1999) yang kini menguasai pasar secara oligopolistik. Toko-toko kelontong di kampung-kampung satu demi satu mundur dari pasar
Jika membutuhkan obat, tahun 1990-an atau sebelumnya masyarakat datang ke apotik-apotik terdekat tanpa peduli nama. Kini berbeda. Ada K-24 yang hadir dimana-mana dan menguasai pasar secara monopolistik. Apotik-apotik tradisional tereliminasi satu demi satu.
Itulah beberapa narasi tentang era baru yang disebut sebagai monopolistik dan oligopolistik. Pengikat antara konsumen dengan produsen pada era ini adalah merek. Bukan paksaan oleh regulasi pemerintah seperti pada era monopoli. Pemerintah dan kekuasaan negara sudah tidak efektif. Inilah karakteristik penting dunia bisnis saat ini. Perusahaan yang siap akan tampil tak tergantikan di pasar. Yang tidak siap akan tereliminasi dari pasar. Tergantikan oleh perusahaan yang siap.

Korporatisasi dari SNF Consulting adalah jawaban agar perusahaan bisa makin eksis di tengah fenomena dunia bisnis yang monopolistik.
Rumus sederhananya adalah: membesar atau mati. Inilah mengapa perusahaan-perusahaan start up hadir di pasar dengan “bakar uang” demi memperoleh konsumen. Ini tidak mungkin dilakukan tanpa dukungan modal besar. Wajar jika perusahaan-perusahaan start up seperti Gojek atau Grab rajin “bakar uang” melakukan proses korporatisasi sejak awal. Bagaimana perusahaan tempat Anda berkarya? Siap menghadapinya?
Diskusi lebih lanjut? Gabung Grup Telegram atau Grup WA SNF Consulting
*)Artikel ke 213 ini ditulis pada tanggal 5 Agustus 2019 di kantor pusat SNF Consulting di Jl. Pemuda 60-70 Surabaya oleh Iman Supriyono, konsultan dan direktur pada perusahaan konsultan manajemen tersebut.
Ping-balik: Monopolistik Air Minum Danone: PDAM Menyerah? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Kolaborasi Era Monopolistik, Anda Siap? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Enam Pilar Kemerdekaan Ekonomi Bangsa | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Menjadi Ortu Era Milenial Monopolistik | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Bekerja di Perusahaan Kecil, Bisakah Kaya Raya? | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi: Fokus | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Pailit: DAJK | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi Terpaksa: Agung Podomoro | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Entrepreneur, Jangan Menyebut Diri UKM | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Yunior-Senior: Alfamart Vs. Sakinah | Catatan Iman Supriyono
Ping-balik: Korporatisasi Langkah Demi Langkah | Catatan Iman Supriyono